Sabtu, 21 September 2013

Cinta Monyet 4

" ayo De, cepetan..udah mau deres ini" aku sedikit meneriaki teman priaku yang aku bahkan tidak menganggapnya pria
" iya bentar, cerewet!" terdengar sahutannya di samping kananku.
kami terus berjalan agak cepat dan sesekali berlari-lari kecil menyusuri rel kereta api sore itu. sesekali aku kelelahan dan meminta temanku si Ade itu untuk jangan cepat-cepat berlarinya. tapi, hujannya semakin deras, dan aku benar-benar keletihan berlari. sedang pria tinggi kurus itu, masih saja meninggalkan langkahnya menjauhiku. aku berjongkok dengan menumpu kedua tanganku kelututku dan merasakan hujan dipunggungku. saat itu, hujannya kasar memukul-mukul punggungku. tapi tiba-tiba

di bawah pandanganku, sepatu hitam berdasar kain itu, sepatu yang sedang trend di tahun 2000 an

" nih pake, makanya buruan!" seketika aku terkejut, mendongak dan perlahan berdiri sambil memegangi kain tebal yang menyelimuti bagian atas tubuhku, aku kaget. kenapa dia bisa jadi seperti laki-laki begini?

aku tetap berlari-lari kecil sampai pada penghujung jalan aspal, gang yang sempit yang bisa kita tapaki selain rel kereta. aku masih saja berada dibelakangnya Ade, sambil memutar-mutar otakku tentang teman priaku itu, dan aku sama sekali tidak menghiraukan kucuran hjan membasahi semua yang menempel ditubuhku, jaket jeans abu-abu itu, milik ade, dan dia memberikannya padaku agar aku bisa menutupi kepalaku setidaknya. 

"kita mau neduh ga?" suara itu membuyarkan pemikiranku seketika. 
"boleh" jawabku singkat dan agak ragu. beberapa langkah kemudian, kami berteduh, kami berdiri menyampingi satu sama lain di depan teras gudang kosong. aku sesekali melihatinya, melihati kucuran yang sedari tadi sibuk diusir dan disapu oleh jari-jari panjang teman priaku itu. aku lupa memperkenalkannya, namanya Ade Putra, teman SMP ku. 3 tahun bersama dikelas yang sama dan hari itu kita mengadakan reuni SMP, sedang kebetulan, rumah kami searah, kami mengarah halte bis yang sama dengan arah bis yang berlawanan.
keadaannya sangat aneh, canggung, aku merasakan suasana asing, dan aku memutuskan untuk tidak membuatnya aneh dengan diamku dan dengan kecanggungan yang aku rasa hanya aku yang merasakannya.

"De, abis ini mau kemana?" aku menoleh tegas padanya, aku mencoba mencairkan suasana sambil meretas jaketnya yang sangat basah dari pada seluruh pakaianku

"Pulang aja, mau tidur. dingin. kamu mau kemana?" dia menjawabku dan menoleh padaku sekilas dan terus memandangi langit dan tampak kedinginan.

"aku juga mau pulang aja, o ya, gimana SMA 6? banyak temen?"

"biasa aja, agak males gaul sama mereka, kamu gimana?"

"wah.. SMA ku baik, temen-temen juga ..baik-baik, mereka itu pas banget untuk aku De, suka sastra ga jelas.." sementara aku menceloteh tentang diriku, seketika aku sadar kalau teman priaku itu benar-benar tidak memperhatikan pembicaraanku entah sejak kapan. dia hanya sibuk menerawang jauh sekali entah sampai mana pandangannya.

"ujannya udah berenti, ayo De, udah sore" ajakku sambil membuyarkan semua lamunan temanku itu dan berlari-lari kecil lagi menuju halte bus.
arah bus yang akan kami naiki berlawanan, aku menunggu bus dihalte sebelah kiri, sedang Ade harusnya ada disebarang halteku.

"eh, tuh bus kamu De" aku gemetaran kedinginan dan merasa bersemangat karena setidaknya salah satu diantara kami sudah bisa naik bus untuk pulang.

"nanti aja, aku nunggu kamu dulu"
aku baru ingat, jaketnya ada padaku, masih tertanggal kedua bahuku sedari tadi.

"oh, ini ya? nih, makasih banyak ya De, meski seharusnya kamu pake aja. pulang gih buruan" aku dengan sigap mengulurkan jaket yang basah kuyup dengan tetesan-tetesan hujan di setiap ujung bawah jaket abu-abu itu dan mnyuruhnya segera pulang.

"nanti, aku nunggu kamu dulu" keningku mengernyit dan sampai sekarang masih belum bisa percaya, seorang Ade, teman pria SMP ku. tidak seperti dia, dia seperti laki-laki. pria yang bukan lagi polos.

"tuh, bis kamu. hati-hati. naik gih"

"kamu?"

"aku nunggu bis selanjutnya aja" nadanya sambil tersenyum, dan aku melihatinya dari kaca belakang bis yang perlahan-lahan membuat sosok laki-laki tinggi dan kurus itu menghilang dari melihati kepergianku.

dan sepanjang perjalanan menuju rumahku, aku benar-benar terpukau dengan sikapnya, sikap seperti pria dewasa, yang mencoba memperlakukan wanita dengan layak dan berharga. perasaan ku cukup senang dengan itu. tapi, setelah hari itu. aku benar-benar tidak bisa bertemu dengannya lagi sampai sekarang. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar